SEJARAH PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
Berbagai Paniti Agraria.
Panitia
Agraria Yogya.
Pada tahun 1948 dimulai
usaha-usaha yang konkrit untuk menyusun dasar-dasar Hukum Agraria/ Hukum tanah
baru yang akan menggantikan Hukum agrarian warisan pemerintahan belanda. Hasil
dari pekerjaan “Panitia Agraria Yogya” tersebut, sebagai yang diaporkan kepada
pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 3 febuari
1950 no. 22/pa. mengenai asas-asas yang merupakan dasar Hukum Agraria, panitia
mengusulkan.
1. Di
lepaskannya asas domaein dan pengakuan hak ulayat
2. Diadakanya
peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat, yaitu hak milik
yang dapat dibebani hak tanggungan.
3. Melakukan
penyeldikan terlebih dahulu kepada negara-negara tetangga apakah orang asing
dapat mempunyai hak milik atas tanah.
Paniti
Agraria Jakarta.
Atas pertimbangan bahwa
“ Panitia Agraria Yogya” tidak sesuai lagi dengan keadaan negara yang terutama
sudah terbentuknya negara kesatuan makan dengan Keputusan Presiden Republimk
Indonesia tanggan 19 maret 1951 no. 36/1951 panitia tersebut di bubarkan. Di
kemukakan kesimpulan-kesimpulan Paniia mengenai soal tanah untuk pertanian
kceil (rakyat), yaitu:
1. Luas
minimum umum ditentukan 2 hektar.
2. Ditentukan
pembatasan maksimum 25 hektar untuk satu keluarga.
3. Yang dapat
memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warganegara Indonesia
4. Untuk
pertanian kecil diterima bangunan-bangunan hukum: hak milik, hak usaha, hak
sewa dan hak pakai.
Panitia Soewahjo
Dengan
Keputusan Presiden tanggal 29 maret 1955 no. 55/1955 dibentuk Kementrian
Agraria dengan tugas antara lain mempersiapkan pembentukan perundang-undangan
agrarian nasional yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 38 ayat 3,
pasal26 dajn 37 ayat 1 UUDS. Pokok-pokok penting Rancangan Undang-Undang pokok
agrarian hasil-karya Panitia tersebut ialah:
1. Di
hapuskanya asas domein dan diakuinya Hak Ulayat.
2. Asa domein
diganti dengan Hak Kekusaan negara atas dasar kententuan Pasal 38 ayat 3
3. Dualism
hukum agrarian dihapuskan.
4. Hak-hak
atas tanah: hak milik, hak usaha, hak bangunan dan hak pakai.
Ketentuan mengenai agraria
tertuang dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960 dalam Lembaran Negara
Nomor 104 Tahun 1960. Proses pembentukan UUPA dimulai dari pengajuan rancangan
undang-undang, yang mulai dibahas dalam rapat gabungan komisi-komisi dengan
pemerintah yang diwakili oleh Menteri Agraria, Mr. Sadjarwo. Dasar konstitusional pembentukan dan
perumusan UUPA tertuang dalam pasal 33 dalam UUD 1945.
Dalam memori penjelasan
atas rancangan UUPA disebutkan bahwa tujuan pokok UUPA ialah: Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk
membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
Lahirnya UUPA pada tanggal
24 September 1960 tersebut merupakan peristiwa penting di bidang agraria dan
pertanahan di Indonesia. Dengan lahirnya UU No.5 Tahun 1960 tentang UUPA
tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial belanda
mulai ditinggalkan. UU yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini
menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaring
( semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan
pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik
negara/milik penjajah belanda ).
UUPA merupakan produk hukum
pada era Orde Lama yang menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan di bidang
agraria dan pertanahan serta menghendaki terwujudnya pembangunan yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih
diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana
telah digariskan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Lahirnya UU ini sudah lama
dicita-citakan pemerintah yaitu untuk merombak seluruh sistem dan filosofi
Agraria di Indonesia.
(Merangkum dari buku prof. Boedi Harsono)